Friday, November 25, 2011

STIGMA YANG ME MINGGIRKAN KITA

Peran santri yang sedemikian besar dalam brjuang, membangun dan mengisi kemerdekaan Indonesia terus “digempur” agar pupus, bahkan punah,. Stigmatisasi  dan upaya “mengebiri” peran santri terus terjadi.
Berbekal “pengalaman” system Ordonansi guru yang diterpakan Belanda (Ordonansi tahun 1905 dan 1925), yang membatasi gerak para guruagama yang dimotori kaum santri, pemerintah Indonesia di masa merdeka, khususnya Orde Baru (ORBA), meniru gaya zhalim colonial ini.
Bedanya, dalam system ordonansi ala Belanda, pemerintah colonial menekan gerabk para guru agama-yang kebanyakan adalah kaum santri-, untuk melapor atau mendapat persetujuan penjajah sebelum melakukan kegiatan pendidikan keagamaan. Sementara  dalam era Orde Baru, tekanan kepada pesantren sebagai basis pembentukan santri pejuang pembangunan, distigmakan secara lembaga.

Prosen sekularisme pendidikan nasional diberlakukan, dan diskriminasi terhadap pendidikan agama terjadi. Tujuannya, agar kaum santri terpelajar dalam bidang agama tidak dapat mengembangkan diri  dalam bidang akademis, agar “rongrongan” terhadap agam dapat terminimalisasi.
Apalagi pasca tragedy bom Bali I di era reformasi. Isu terorisme kian diarahkan pada peran santri dan lembaga pesantren. Hanya beberapa pelakuteror ini alumni pesantren, stigma dan generalisasi bahwa kaum santri “berbahay a” bagi kedamaian dan stabilitas nasionalterus dibahankan.
Sedikit saja riak kecil terjadi dalam dunia pesantren, sudah ramai media massa, apalgi televisi mengulas dan menyorot habis keburuksnnys. Subhanllaah
Tap[I syukurlah, di tengah gempuran yang sedemikian keras terhadap pesantren dan kaum santri, keduanya malah kian menguat. Seakan pegas, semakin keras ia ditekan, semakin kuat pula daya dorongannya. Bahkan menurut data Departemen Agama Tahun 2007, kini telah berdiri 14.647 buah pesantren di seluruh Indonesia, dengan jumlah santri lebih dari 3,5 juta orang. Kader pembangunan yang cukup besar untuk membangun Indonesia ke depan.
Fakta ini memperlihatkanfenomena kian sadarnya masyarakat Indonesia bahwa kesn buruk yang disematkan kepada santri maupun pesantren, tak lagi “laku” . juga menunjukkan bukti apresiasi dan penerimaan terhadap pendidikan pesantren yang mampu menghasilkan santri generasi pejuang dan pembangun bangsa.

No comments:

Post a Comment